Buntut Meninggalnya Tahanan Dalam Sel, Kepala BNNP Sultra Diminta Bertangung Jawab

Kantor Bandan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Tenggara (FOTO : IST)
Dengarkan Suara

BeritaRakyat.Co,.Kendari – Aliansi Pemuda dan Pelajar (AP2) Sulawesi Tenggara (Sultra) ikut mengecam peristiwa meninggalnya seorang tahanan di lingkungan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sultra.

Ketua umum AP2 Sultra, Fardin Nage mengatakan meningalnya seorang tahan dengan cara gantung diri menggunakan celana panjang miliknya di dalam ruang tahanan resmi BNNP merupakan kejadian yang menimbulkan pertanyaan.

“Tragisnya, peristiwa tersebut terjadi ketika kamera pengawas (CCTV) di ruang tahanan dilaporkan tidak berfungsi kurang lebih selama satu tahun,” kata Fardin kepada awak media, Kamis (09/10/2025).

Kejadian ini lanjut dia, memperkuat dugaan adanya kelalaian serius dalam pengawasan serta pelanggaran terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan tahanan di BNNP Sultra.

Menurut Peraturan Kepala BNN Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka dan Barang Bukti, petugas wajib menjamin keselamatan dan kesehatan tahanan, melakukan pemeriksaan fisik serta mental secara berkala, serta memastikan ruang tahanan dilengkapi sarana pengawasan berupa CCTV yang berfungsi 24 jam.

Selain itu, setiap barang pribadi tahanan yang berpotensi membahayakan diri wajib diamankan atau disita. Dalam kasus ini, fakta bahwa tahanan masih memiliki celana panjang yang kemudian digunakan untuk mengakhiri hidupnya, ditambah tidak berfungsinya CCTV pada waktu kejadian, jelas menunjukkan pelanggaran mendasar terhadap SOP tersebut.

BACA JUGA :  Pastikan Pilkada Berjalan Bersih, APDESI Sultra Bentuk Satgas dan Deklarasi Anti Money Politik

“Kondisi ini mencerminkan lemahnya manajemen pengawasan, ketiadaan kontrol internal, dan potensi pembiaran sistemik di tubuh BNNP Sultra,” ungkapnya.

Dari sisi hukum dan hak asasi manusia kata dia, kematian seseorang di bawah pengawasan Negara merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip dasar hak hidup. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.

Sementara Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa siapa pun yang karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain dapat diancam pidana penjara paling lama lima tahun. Dalam konteks kelembagaan, Kepala BNNP Sultra adalah penanggung jawab tertinggi atas keselamatan tahanan dan pengawasan di seluruh lingkup kerjanya. Dengan demikian, tanggung jawab moral, administratif, dan hukum sepenuhnya melekat pada jabatan tersebut.

Persoalan ini menurut dia, merupakan cericerminan runtuhnya sistem pengawasan dan lemahnya kepemimpinan lembaga penegak hukum di bawa Badan Narkotika.

“Peristiwa ini adalah tamparan keras terhadap wibawa hukum di Sulawesi Tenggara. Seorang tahanan bisa mati gantung diri menggunakan celana panjang di ruang tahanan negara, sementara CCTV justru mati. Ini bukan sekadar insiden, tapi bukti nyata kelalaian sistemik. Kepala BNNP Sultra harus dicopot dan diperiksa secara etik maupun pidana, karena tanggung jawab atas nyawa tahanan melekat pada kewenangan dan jabatannya,” tegasnya.

BACA JUGA :  Polisi Ringkus Dua Pelaku Pembunuhan di Keluruhan Tipulu Kota Kendari

Ia menilai matinya CCTV di ruang tahanan bukan persoalan teknis semata, tetapi indikator adanya kegagalan struktural dalam memastikan transparansi dan keamanan.

“CCTV bukan hanya alat pengawasan, tapi simbol kontrol publik dan akuntabilitas lembaga. Bila CCTV mati, maka yang sebenarnya mati bukan hanya alat rekam, tetapi juga rasa tanggung jawab institusi,” jelasnya.

Untuk itu, ia mendesak kepala BNN pusat mencopot kepala BNNP Sultra dan membentuk tim investigasi independen untuk menyelidiki secara menyeluruh penyebab kematian, kondisi fasilitas tahanan, serta penerapan SOP di BNNP Sultra.

Kematian tahanan di bawah kendali Negara kata dia, adalah bentuk kegagalan paling fatal dalam penegakan hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

“Jika seseorang bisa kehilangan nyawanya di ruang tahanan resmi tanpa pengawasan dan tanpa rekaman CCTV, maka publik berhak mempertanyakan integritas seluruh sistem BNN. Kasus ini tidak boleh berhenti pada level petugas jaga, tetapi harus menyentuh akar persoalan kepemimpinan dan budaya abai terhadap prosedur,” tutupnya.

ODEK