BeritaRakyat.Co,.Kendari – Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Muna Barat (Mubar), kembali menyoroti polemik pembangunan dermaga Desa Bangko senilai Rp33 milyar. Setelah sebelumnya soal roboh sebelum di fungsikan.
Kali ini, LIRA kembali mengendus sisi pengadaan yang diduga tidak melalui proses tender terbuka sebagaimana yang diatur dalam peraturan pengadaan barang dan jasa.
Bupati LIRA Mubar, Deddy Walengeke mengatakan proses pengadaan proyek ini terindikasi kuat melanggar prosedur pengadaan barang dan jasa.
Untuk itu ia, meminta Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menyelidiki pelaksanaan proyek yang dikerjakan oleh CV Mahadewi di bawah naungan Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Kami mencium indikasi kuat adanya pelanggaran prosedur dalam proses pengadaan proyek ini. Tidak ada jejak tender terbuka, sementara nilai proyek mencapai puluhan miliar. Ini tidak bisa dibiarkan,” kata Deddy melalui keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Rabu (13/07/2025).
Menurut Deddy, CV Mahadewi tak terdeteksi di LPSE. Penelusuran pada situs resmi LPSE Provinsi Sultra dan LPSE Kabupaten Muna Barat tidak menemukan paket pekerjaan atas nama CV Mahadewi untuk proyek dermaga dimaksud. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah proyek tersebut benar-benar melalui mekanisme tender sebagaimana mestinya.
Dalam sistem pengadaan pemerintah, proyek bernilai di atas Rp200 juta wajib ditenderkan secara terbuka, berdasarkan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Penunjukan langsung hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat, kegiatan khusus, atau pengecualian yang diatur undang-undang.
“Jika benar proyek ini ditunjuk langsung tanpa lelang, maka bukan hanya cacat prosedur, tapi juga berpotensi melanggar hukum,” ungkapnya.
Kerusakan fisik kata dia, bukan satu-satunya masalah. Sebelumnya, proyek dermaga ini menuai polemik setelah bangunannya ambruk sebelum dimanfaatkan. Namun, menurut pernyataan pejabat PUPR Sultra, nilai kerusakan disebut hanya Rp975 juta. Klaim tersebut pun dikritik oleh banyak pihak sebagai “prematur” dan tidak menggambarkan kerugian yang sebenarnya.
LIRA menilai bahwa permasalahan dalam proyek ini tidak semata kerusakan teknis, tetapi lebih pada dugaan kegagalan tata kelola proyek secara menyeluruh.
“Kami meminta Kejati tidak hanya fokus pada retakan beton, tapi juga menelisik siapa yang menunjuk pelaksana, apakah sesuai prosedur, dan siapa yang harus bertanggung jawab,” tegas Deddy.
Ia juga mendesak audit dan Penindakan hukum, LIRA Mubar akan menyusun laporan resmi di Kejati Sultra, sebagai bentuk dorongan investigasi. Mereka juga mendorong agar Inspektorat Provinsi Sultra dan BPKP ikut melakukan audit investigatif terhadap proses pengadaan dan pelaksanaan fisik proyek.
“Transparansi dan akuntabilitas adalah inti dari pengelolaan anggaran publik. Jangan sampai praktik semacam ini terus berulang,” tutupnya.
ODEK