Konspirasi Mengangkangi Hukum 1996, 2018 Kembali Terulang Dalam Polemik Lahan Tapak Kuda

ILUSTRASI
Dengarkan Suara

BeritaRakyat.Co,.Kendari— Indikasi konspirasi besar kembali mencuat dalam polemik lahan Tapak Kuda, Kendari. Kasus yang berakar pada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak 1995 itu kini kembali menimbulkan tanda tanya besar.

Adanya dugaan keterlibatan oknum di lingkungan Pengadilan Negeri Kendari dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam rangkaian peristiwa yang dinilai tidak sejalan dengan amar hukum Negara.

Dugaan tersebut menguat setelah muncul dua surat yang diterbitkan pada tanggal yang sama, 27 Oktober 2025 — satu surat pemberitahuan jadwal konstatering dari Pengadilan Negeri Kendari kepada pemohon, KOPERSON, dan satu lagi surat dari BPN Kota Kendari kepada pengadilan.
Kedua surat itu menimbulkan kecurigaan publik karena memuat arah kebijakan yang berlawanan dengan dokumen resmi negara.

BPN Diduga Mengingkari Produknya Sendiri

Dalam surat yang dikirim BPN, termuat kalimat yang diduga menyatakan bahwa “objek milik KOPPERSON tidak jelas,” . Padahal, HGU KOPPERSON yang diterbitkan oleh BPN sendiri sejak 1981, lengkap dengan surat ukur dan sertifikat resmi yang masih terarsip sah hingga hari ini.

Kuasa Khusus KOPPERSON, Fianus Arung, menyebut pernyataan itu sebagai bentuk pengingkaran terhadap produk hukum lembaga sendiri.

“Ironis. Lembaga yang menerbitkan surat ukur dan sertifikat resmi kini justru meragukan produknya sendiri,” kata Fianus Arung melalui keteranganya yang di terima awak media, Sabtu (08/11/2025).

Salah satu pejabat Kanwil BPN Sultra, LM Ruslan Emba dalam sebuah wawancara pers bahkan pernah menyampaikan bahwa sertifikat milik KOPPERSON dapat dan telah “didudukkan” secara administratif beberapa tahun lalu — sebuah pengakuan yang menegaskan keabsahan administrasi KOPPERSON. Anehnya di lain kesempatan iya malah mengatakan hal lain yang bertentangan dengan pernyataan awalnya.

Namun kini arah kebijakan antara Kanwil BPN Sultra dan Kantor Pertanahan Kota Kendari tampak tidak sejalan. Fungsi pengawasan melemah, koordinasi tidak efektif, dan arah kebijakan justru dinilai kabur.

Tanggal Ganda, Jejak Ganda

Tanggal 27 Oktober 2025 kini menjadi perhatian serius.
Pada hari yang sama, Pengadilan Negeri Kendari menerbitkan surat pemberitahuan pelaksanaan konstatering, sementara BPN Kota Kendari melayangkan surat ke pengadilan yang berisi pernyataan keberatan terkait kejelasan objek lahan.

Diduga, kedua surat itu menjadi bagian dari langkah koordinasi tertutup yang mengarah pada pembentukan narasi bahwa objek sengketa KOPPERSON “tidak jelas”.

Namun data yang dimiliki KOPPERSON menyebut seluruh dokumen, peta, dan sertifikat HGU masih utuh, lengkap, dan terdaftar sah dalam arsip negara.

Pelaksanaan konstatering di lapangan juga menimbulkan tanda tanya.
Dari informasi yang diterima, pihak kepolisian disebut menyiapkan lebih dari 800 personel, namun hanya sekitar 10 petugas yang benar-benar terlihat aktif di lokasi.
Sementara itu, BPN memang hadir, tetapi kehadirannya dinilai sebatas formalitas tanpa menunjukkan dukungan substantif terhadap produk hukumnya sendiri.

“Mereka hadir secara administratif, tapi tidak menjalankan perintah hukum. Ini preseden buruk bagi negara hukum,” tegas Fianus.

Kelangkaan Eksekusi & Cacat Non-Eksekutabel

Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Kendari mengeluarkan surat non-eksekutabel terhadap putusan inkrah tersebut diduga cacat syarat dan hukum.
KOPPERSON mengklaim bahwa objek yang disebut “tidak jelas” adalah pembohongan besar — karena mereka sanggup menunjukkan batas-batas wilayah HGU miliknya secara resmi.

“Keputusan Ketua PN Kendari yang mengeluarkan surat non-eksekutabel adalah cacat syarat dan hukum. Sebab objek yang dikatakan tidak jelas adalah pembohongan besar. KOPPERSON mampu tunjukkan batas-batas wilayah HGU miliknya,” terang Fianus.

Praktik hukum menyebut bahwa putusan non-eksekutabel hanya sah jika unsur hukum seperti objek tidak ada atau tidak jelas yang tidak dapat dieksekusi.

Dalam kasus ini, KOPPERSON menilai semua syarat non-eksekutabel tersebut tidak terpenuhi — yang berarti putusan inkrah seharusnya dieksekusi, bukan sebaliknya.

Upaya Menutupi Dosa Lama: Penerbitan SHM di atas HGU Aktif

KOPPERSON menilai bahwa langkah BPN yang meragukan kejelasan objek lahan diduga berkaitan dengan upaya menutupi kesalahan administratif masa lalu.

Berdasarkan data investigatif, ditemukan adanya penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas lahan HGU milik KOPPERSON yang masih aktif sejak 1981. Bukti menunjukkan bahwa SHM terbit pada 1986, di atas lahan yang sama, dan kini di atas tanah tersebut berdiri rumah sakit swasta milik pihak pribadi.

“Inilah akar dari kekacauan Tapak Kuda. SHM terbit di atas HGU aktif milik KOPPERSON. Bahkan setelahnya, masih banyak sertifikat yang muncul diduga demi meraup untung pribadi. Kini mereka seperti ingin menghapus jejak itu dengan menyebut objek kami tidak jelas,” ungkap Fianus Arung.

Langkah BPN ini dianggap sebagai penyangkalan terhadap kesalahan institusional yang telah terjadi puluhan tahun silam. Dengan menyebut objek sengketa tidak jelas, mereka seolah menutup “dosa sejarah” penerbitan ganda yang kini menimbulkan konflik berkepanjangan.

Narasi “Demi Rakyat” Dinilai Tidak Sejalan dengan Fakta Lapangan

Sejumlah pihak yang mengklaim membela “rakyat Tapak Kuda” disebut justru mengamankan kepentingan para pemodal besar. KOPPERSON menilai bahwa di atas lahan sengketa tersebut kini berdiri hotel, rumah sakit swasta, gudang, dan bangunan komersial — bukan permukiman rakyat kecil.

“Kalau benar demi rakyat, mengapa yang berdiri di atas tanah itu justru milik pengusaha besar dan pihak swasta?” bebernya.

KOPPERSON menegaskan, jika tanah tersebut benar diklaim sebagai milik negara, maka semestinya pemerintah membebaskan lahan warga kecil yang sudah bermukim puluhan tahun, bukan mempertahankan bangunan-bangunan megah milik para pemodal yang diduga menjadi donatur gerakan mengatasnamakan rakyat Tapak Kuda.

Mafia Lahan Diduga Terlalu Cepat Merayakan

KOPPERSON menilai pihak-pihak yang disebut sebagai mafia lahan Tapak Kuda terlalu cepat merasa menang setelah proses konstatering berjalan, dan PN keluarkan surat tidak dapat eksekusi.
Menurut Fianus, langkah itu belum mengakhiri perjuangan hukum.

“Kami tidak akan tinggal diam. Kami melawan dengan hukum, bukan dengan kekuatan tersembunyi,” ujarnya.

KOPPERSON bersama Relawan Keadilan menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya soal kepemilikan tanah, tetapi juga mempertahankan wibawa hukum negara. Mereka menilai, pihak-pihak yang pernah kalah secara hukum kini justru mendapat perlindungan dari oknum penyelenggara negara yang diduga mengangkangi produknya sendiri.

Warga Diperalat, Kepentingan Besar Menari

Dalam hasil pemantauan KOPPERSON, warga Tapak Kuda diduga hanya dijadikan alat pembenaran moral dalam konflik ini. Yang sebenarnya dibela — menurut mereka — adalah jaringan kepentingan bisnis dan kelompok modal besar yang beroperasi di balik layar.

KOPPERSON menyebut telah berulang kali membuka ruang dialog bagi warga — namun tak pernah direspons.

“Kami sudah ajak duduk bersama. Tapi ternyata yang berbicara bukan warga asli, melainkan kekuatan besar yang bersembunyi di balik nama mereka,” kata Fianus Arung.

Negara Masih Berutang Keadilan, relawan keadilan akan terus melawan

KOPPERSON menegaskan bahwa negara masih memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menuntaskan putusan inkrah tahun 1995. Menurut mereka, kegagalan menjalankan amar putusan tersebut adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip supremasi hukum.

“Kami tidak melawan negara, kami menagih janjinya. Jika hukum bisa dinegosiasikan, maka keadilan hanyalah slogan kosong,” — Fianus Arung, Kuasa Khusus KOPPERSON.

ODEK

news-0212

yakinjp


sabung ayam online

yakinjp

yakinjp

yakinjp

rtp yakinjp

yakinjp

yakinjp

yakinjp

yakinjp

yakinjp

yakinjp

yakinjp

yakinjp

yakinjp

judi bola online

slot thailand

yakinjp

yakinjp

yakinjp

yakinjp

yakinjp

ayowin

5046

5047

5048

5049

5050

5051

5052

5053

5054

5055

5061

5062

5063

5064

5065

5066

5067

5068

5069

5070

8076

8077

8078

8079

8080

8081

8082

8083

8084

8085

8801

8802

8803

8804

8805

8806

8807

8808

8809

8810

8811

8812

8813

8814

8815

8051

8082

8113

8144

8175

8816

8817

8818

8819

8820

5026

5027

5028

5029

5030

5031

5032

5033

5034

5035

5076

5077

5078

5079

5080

5081

5082

5083

5084

5085

8041

8042

8043

8044

8045

8046

8047

8048

8049

8050

8821

8822

8823

8824

8825

8826

8827

8828

8829

8830

8831

8832

8833

8834

8835

5011

5012

5013

5014

5015

5056

5057

5058

5059

5060

5086

5087

5088

5089

5090

5091

5092

5093

5094

5095

5021

5022

5023

5024

5025

5096

5097

5098

5099

5100

8836

8837

8838

8839

8840

8001

8002

8003

8004

8005

8006

8007

8008

8009

8010

8011

8012

8013

8014

8015

8016

8017

8018

8019

8020

8021

8022

8023

8024

8025

8026

8027

8028

8029

8030

8841

8842

8843

8844

8845

8031

8032

8033

8034

8035

8036

8037

8038

8039

8040

8846

8847

8848

8849

8850

8851

8852

8853

8854

8855

8856

8857

8858

8859

8860

8861

8862

8863

8864

8865

8866

8867

8868

8869

8870

8871

8872

8873

8874

8875

8876

8877

8878

8879

8880

news-0212