BeritaRakyat.Co,.Kendari- Puluhan massa yang tergabung dalam Relawan Keadilan Kopperson kembali menggeruduk Kantor Pengadilan Negeri (PN) Kendari. Aksi ini dilakukan buntut penetapan Non Executable.
Fianus Arung selaku Kuasa Khusus Kopperson menyampaikan bahwa gerakan ini merupakan bentuk penolakan dan perlawanan atas penetapan non-eksecutabel serta akan mengawal proses hukum di Mahkamah Agung (MA).
“Gerakan ini adalah perlawanan atas penetapan non eksecutable dari PN Kendari. Dan kami menduga adanya konspirasi di balik penetapan tersebut,” kata Fianus, Kamis (13/11/2025).
Lanjut kata Fianus, Ia juga menduga adanya pertemuan intens antara pihak Pengadilan Tinggi (PT) Sultra dan PN Kendari sebelum surat penetapan non-eksekusi dikeluarkan.
“Kami duga ada konspirasi, sebelum surat keluar mereka ada pertemuan yang intens antara PT dan PN ini,” tegas Fianus Arung
Dijelaskannya, tindakan PN dan PT tersebut dinilai telah mengangkangi hukum karena bertentangan dengan asas hukum, di mana putusan yang sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap) seharusnya dianggap final dan benar.
“Ini bertentangan dengan putusan penetapan sita eksekusi 2018. Ketua Pengadilan yang lama mengeluarkan surat penetapan sita eksekusi, kenapa ketua pengadilan yang baru mengeluarkan penetapan tidak bisa dieksekusi atau non-eksekusi Kota Baru. Hal ini akan kami lawan,” ujar Fianus Arung.
Atas dasar dugaan konspirasi dan pelanggaran asas hukum, Fianus Arung secara tegas mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk mencopot Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Sultra dan Ketua Pengadilan Negeri Kendari dari jabatannya. “Kami siap menuntut MA agar mencopot Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Sultra dan Ketua Pengadilan Negeri Kendari,” serunya.
Terkait pertemuan dengan Ketua PN, Fianus menyampaikan bahwa Ketua PN menyatakan tidak mampu berbuat apa setelah penetapan tersebut dikeluarkan, dan hanya menunggu penilaian dari MA.
“Ketua PN akan mengaku salah bila MA mengatakan penetapan non-eksecutabel itu salah,” jelasnya.
Di samping isu hukum, pihak Kopperson juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap perlakuan aparat keamanan saat mereka berupaya menyampaikan aspirasi. Mereka merasa dibodohi dan dianaktirikan setelah informasi kehadiran Ketua PN berubah-ubah.
“Kami relawan keadilan merasa dibodohin. Yang pertama, tadi pihak keamanan mengatakan Ketua Pengadilan Negeri ada. Setelah ada desakan dari kami, dikatakan lagi beliau tidak ada. Padahal ada di atas,” keluhnya.
Fianus menekankan bahwa mereka datang dengan tertib dan melakukan upaya hukum yang elegan, berbeda dengan pihak lawan yang disebutnya melakukan perlawanan di jalanan dengan membawa senjata tajam.
“Intinya teman-teman relawan keadilan akan berjuang sampai titik darurat penghabisan. PN harus mundur! PT harus mundur,” tutupnya.
ODEK








