BeritaRakyat.Co,.Kendari – Sengketa lahan Tapak Kuda di Kota Kendari kini, memasuki babak baru di mana saling adu argumen antara dua advokat di masing-masing kubu. Kuasa hukum Koperasi Perikanan dan Perempangan Soenanto (Kopperson), Dr Abdul Rahman, S.H.,M.H kembali menyanggah tiga poin yang disampaikanoleh kuasa hukum Hotel Zahra, Andre Darmawan.
Penafsiran hukum terkait sengketa lahan di tapak kuda disampaikan secara mendalam oleh kuasa hukum Kopperson melalui konferensi pers pada Selasa malam, 11 November 2025.
Kepada awak media, Abdul Rahman menyatakan setiap kuasa hukum harus memberi pendapat untuk membela kepentingan kliennya. Hanya saja H sejauh mana pemahaman kuasa hukum Hotel Zahra tentang hukum, itu tergantung dokumen apa yang dia pegang.
1. Kuasa Hukum Kopperson beberkan Dua Klasifikasi Hak Guna Usaha (HGU)
Kuasa hukum Hotel Zahra, menurut Abdul Rahman hanya memegang satu dokumen yaitu HGU yang petunjuknya di situ tertulis tanah negara.
“Iya itu benar, di setiap HGU tertulis tanah negara. Namun menurut ketentuan Peraturan Menteri Agraria Nomor 18 Tahun 2021 dari pasal 05 sampai 81 disebutkan bahwa HGU itu terdiri dari dua klasifikasi yaitu ada HGU yang berasal dari perolehan hak atas tanah dan ada HGU berasal dari tanah negara,” jelas Abdul Rahman yang juga Ketua DPC Peradi Kota Kendari.
Ia menerangkan bagi yang bermohon untuk memperoleh HGU, dia harus melepaskan dulu status kepemilikannya menjadi tanah negara. Setelah HGU berakhir, kata dia, terdapat dua bentuk lagi. HGU yang berasal dari tanah negara dikembalikan ke negara. Terus HGU yang mempunyai alas haknya dikembalikan kepada pemiliknya berdasarkan mekanisme peraturan perundangan-undangan.
2. Abdul Rahman luruskan salah tafsir kuasa hukum Hotel Zahra tentang terkait upaya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Dalam video Kuasa Hukum Hotel Zahra yang beredar, dia menanyakan apakah penetapan Pengadilan Negeri Kendari bisa digugat di PTUN ?
Abdul Rahman mengungkapkan bahwa kuasa hukum Hotel Zahra tidak menyimak pernyataannya sebelumnya. Keputusan Penetapan Pengadilan, kata dia, memang tidak bisa digugat di PTUN.
”Yang di PTUN kan itu yang saya maksud adalah Surat BPN tanggal 27 Oktober 2025 yang berakibat hukum kepada warga masyarakat dan menjadi dasar bagi Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan Non-Executable. Saya berencana akan menggugat surat tersebut pada hari kamis 13 November 2025,” tegasnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan surat pemberitahuan BPN itu bisa digugat di PTUN karena merupakan objek tata usaha negara. Surat apa pun yang dikeluarkan BPN seperti sertifikat, surat ukur dan lainya termasuk surat pemberitahuannya kepada PN Kendari tanggal 27 Oktober 2025 merupakan objek tata usaha negara.
3. Kuasa hukum Kopperson akan ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung
Terkait upaya hukum terhadap non-executable dari penetapan Pengadilan Negeri, kuasa hukum Kopperson akan ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.
“Hari kamis ini juga saya akan mendaftarkan permohonan Kasasi. Ini sudah di atur dalam undang-undang Mahkamah Agung yaitu setiap putusan penetapan pengadilan itu dimohonkan Kasasi ke Mahkamah Agung untuk pembatalannya,” tegas Abdul Rahman.
Ia menilai keputusan non Executabe Pengadilan Negeri Kendari terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang dan kesalahan penafsiran.
”Jadi tidak ada yang salah dari pernyataan saya. Saya hanya menyatakan bahwa apa pun bentuknya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap itu wajib di eksekusi,” tutupnya.
ODEK








