Warga Apresiasi Kinerja Polda Sultra Atas Penetapan Tersangka Mafia Tanah di Bombana

Surat penetapan tersangka Abdul Latif Haba (FOTO : IST)
Dengarkan Suara

BeritaRakyat.Co,.Bombana- Penetapan tersangka terhadap, Abdul Latif Haba atas dugaan pemalsuan dokumen kepemikan lahan seluas 12 kilo meter persegi, di Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana mendapat apresiasi dari masyarakat.

Menurut warga, penetapan tersangka terhadap terduga mafia tanah di Kabupaten Bombona, oleh Ditreskrimum Polda Sultra ini merupakan tindakan yang tepat dan perlu di apresiasi.

Masyarakat sangat bahagia dengan Kinerja yang di lakukan oleh polda Sultra. Pasalnya surat yang dijadikan barang bukti dalam menetapkan tersangka ialah lahan masyarakat yang selama ini dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.

“Jadi surat 1961 yang luasan 12 Kilometer Persegi itu menjadi awal terjadinya polemik, karena surat itu di gunakan untuk mengklaim lahan-lahan warga. Bahkan sudah lama menguasai fisik lahan mereka,” kata salah satu masyarakat Desa Wumbubangka, kepada media ini, Jumat (20/06/2025).

Secara logika juga lanjut dia, sangat tidak masuk akal jika satu orang memiliki luasan lahan hingga 12 Kilo meter persegi. Apa lagi, di tahun 1961.

BACA JUGA :  Bupati Konut Ruksamin Diganjar Indonesia Visionary Leadership Awards 2024

“Ditahun itu kan belum ada alat yang canggih untuk bisa mengolah tanah seluas itu,” ungkapnya.

Untuk itu Ia berharap, penetapan tersangka ini bisa menjadi efek jera terhadap pelaku yang selama kerap dijadikan untuk meraup keuntungan pribadi.

“Semoga saja apa yang di lakukan oleh Polda sultra hari ini. Bisa menjadi efek jerah kepada pelaku dan surat tahun 1961 itu tidak lagi di gunakan untuk kepentingan pribadi,” tutupnya.

Sebelumnya, dugaan pemalsuan dokumen tanah ini pertama kali disuarakan oleh tokoh adat Kerajaan Moronene, Alfian Pimpie. Alfian mengungkapkan dokumen yang digunakan Abdul Latif Haba cacat hukum dan penuh kejanggalan administratif.

“Saudara Abdul Latif Haba diduga telah memalsukan surat keterangan kepemilikan tanah yang digunakan untuk menguasai, menjual, dan mengotrakkan kepada beberapa masyarakat,” ungkap Alfian yang dikutip dari salah satu media.

BACA JUGA :  Kampanye di Bombana, ASR Sampaikan Komitmenya Terhadap Pengembangan UMKM dan Kesehatan

Alfian menjelaskan ada beberapa kejanggalan dalam dokumen tersebut, termasuk tanda tangan Mokole I Pimpie sebagai Camat Poleang pada tahun 1961, padahal saat itu Mokole I Pimpie adalah Kepala Distrik Rumbia dan baru diangkat menjadi Camat Rumbia pada tahun 1962.

Selain itu, keanehan pada stempel yang digunakan dan penulisan ejaan yang sudah disempurnakan dalam surat tersebut, padahal ejaan tersebut baru berlaku pada tahun 1968.
Kerajaan Moronene sebagai salah satu komunitas adat yang masih eksis di Bombana merasa keberatan dengan praktik penguasaan tanah yang diduga tidak sah ini.

“Pada dasarnya, saudara Abdul Latif diduga memalsukan dokumen agar bisa menguasai, menjual lahan adat, dan kemudian menjadikannya aset pribadi untuk dimanfaatkan sendiri. Hal ini tentu merugikan masyarakat adat,” jelas Alfian.

ODEK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *